Keterangan Foto: Presiden RI, Prabowo Subianto memberikan sambutan pada acara penyerahan yang digelar di Gedung Utama Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025. (dok.gerindra.id)
Jakarta, Gerindra Humbahas - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajaran Kejaksaan Agung atas keberhasilannya menyerahkan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp13,25 triliun dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya.
Dalam sambutannya pada acara penyerahan yang digelar di Gedung Utama Kompleks Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025, Presiden menegaskan bahwa nilai tersebut memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan demi keadilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, apabila dikelola dengan baik.
“Rp13 triliun ini kita bisa gunakan untuk memperbaiki dan merenovasi lebih dari 8.000 sekolah. Kalau satu kampung nelayan kita anggarkan Rp22 miliar, maka dengan jumlah ini kita bisa membangun ratusan kampung nelayan yang selama 80 tahun Republik berdiri, belum pernah benar-benar diperhatikan dan diurus negara,” ujar Presiden.
Presiden menjelaskan, program pembangunan desa nelayan menjadi salah satu prioritas utama pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pemerintah menargetkan pembangunan 1.100 desa nelayan modern dengan fasilitas lengkap hingga akhir tahun 2026.
“Sekarang kita sedang memperbaiki dan membangun desa-desa nelayan dengan fasilitas modern. Rencananya, sampai akhir 2026 kita akan dirikan 1.100 desa nelayan, dengan anggaran sekitar Rp22 miliar per desa. Jadi, Rp13 triliun ini berarti kita bisa membangun sekitar 600 kampung nelayan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Presiden menegaskan bahwa praktik korupsi di sektor sumber daya alam merupakan bentuk penyimpangan serius terhadap kepentingan bangsa. Ia mengingatkan bahwa pengembalian uang negara hari ini hanyalah salah satu langkah awal dalam tugas besar memberantas berbagai praktik ilegal lainnya.
“Kegiatan ilegal seperti penyelundupan timah dan turunannya di Bangka Belitung yang baru-baru ini berhasil kita hentikan oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan bersama TNI, Kejaksaan, Polri, dan Bea Cukai, menyebabkan kerugian besar bagi negara. Diperkirakan, kerugian dari aktivitas itu mencapai Rp40 triliun per tahun dan sudah berlangsung hampir 20 tahun,” ujar Presiden.
Presiden menambahkan, praktik seperti tambang ilegal, under invoicing, over invoicing, dan miss invoicing merupakan bentuk penipuan terhadap bangsa sendiri, yang telah memberikan izin dan fasilitas usaha dengan itikad baik.
“Kita bisa bayangkan kerugian negara mencapai Rp20 triliun per tahun, bahkan lembaga internasional memperkirakan sekitar 3 miliar dolar AS setiap tahun. Kalau dihitung selama 20 tahun, nilainya mencapai sekitar Rp800 triliun,” tegas Kepala Negara.
Presiden menutup sambutannya dengan mengajak seluruh pihak untuk memperkuat integritas dan bekerja bersama dalam membangun tata kelola ekonomi yang bersih, adil, dan berpihak kepada rakyat. (sumber berita: gerindra.id)